mari berbagi ilmu dan pengetahuan

22/03/09

Menyuburkan Solidaritas Anak Lewat Pembelajaran Kooperatif

SIFAT kodrat manusia sebagai makhluk individu dan sosial. Sebagai makhluk individu jelas akan selalu memikirkan dan mengutamakan egonya sendiri dalam memenuhi kebutuhannya. Keakuan individu memang perlu. Meskipun demikian, mohon disadari bahwa orang yang egois akan dibenci orang lain dan akan sulit menyesuaikan diri di lingkungannya. Sebagai makhluk sosial orang harus mau menjalin komunikasi dengan orang lain. Hubungan ini sangat penting dalam rangka memenuhi kebutuhannya dan sekaligus untuk memenuhi fungsinya sebagai warga masyarakat.
Siswa sebagai warga sekolah juga memiliki sifat kodrat di atas. Oleh karena itu, sering dijumpai ada anak yang egoistis tidak mau bergabung dengan temannya dan ingin selalu menang sendiri. Di sisi lain ada anak yang begitu enerjik, terbuka atau bahkan segala aktivitasnya sebagian besar diabdikan untuk teman atau lingkungannya. Menyadari kenyataan ini, bagaimanakah peran guru dalam menyikapi?
Anak ibarat kertas putih, yang menggores dan mewarnai kepri-badian anak lingkungan dimana mereka berada. Dalam kaitan ini peranan guru sangat penting dalam ikut membekali sekaligus mewarnai terbentuknya pribadi-pribadi anak menjadi baik. Secara kodrati anak telah memiliki bakat atau talenta sejak lahir dan telah dibekali di lingkungan keluarga. Bagi anak yang lahir di lingkungan yang beruntung de-ngan pendidikan nilai-nilai sosial secara mendalam, telah memiliki jiwa solidaritas secara mantap. Bagi anak yang di didik secara egois, akan bersikap sombong, angkuh dan menganggap dirinya yang paling penting dan hebat.
Menyadari latar belakang siswa yang berbeda-beda, maka guru dalam menyajikan pemebelajaran tentunya harus memahami kepribadian anak-anak tersebut. Kepedulian guru benar-benar teruji dalam hal ini. Guru yang asal mengajar dengan target selesainya jatah kurikulum tampaknya tidak akan menghiraukan keanekaragaman kondisi siswa tersebut. Biasanya yang penting mengajar, siswa pandai dan sukses ujian nasional dan lulus.
Dalam rangka menumbuhsuburkan nilai solidaritas anak guru dapat me-nempuh berbagai cara. Bagi guru pemegang ekstrakurikuler akan memiliki cara tersendiri, demikian pula guru yang memegang mata pelajaran di kelas akan memiliki pendekatan lain. Salah satu cara mengembangkan nilai solidaritas guru kelas menerapkan pendekatan pembelajaran kooperatif.

Pendekatan Kooperatif
Jiwa solidaritas siswa dapat ditumbuhkembangkan melalui penerapan model belajar yang memungkinkan siswa harus bekerjasama dengan teman lainnya. Guru dapat menyajikan pembelajaran dengan model antara lain, pertama diskusi kelompok. Langkah awal agar tidak timbul geng-gengan dalam kelas guru dapat mengacak atau menghitung jumlah siswa dan membaginya dengan nomor urut atau cara lain yang memungkinkan anak tidak hanya mengelompok pada teman-temannya yang akrab saja.
Setelah kelompok terbentuk, guru menyodorkan tema diskusi yang harus dikerjakan kelompok tersebut. Sebaiknya tema kelompok berbeda-beda. Siswa dituntut membuat laporan dan menyajikan dalam presentasi di depan kelas, sehingga harus ditunjuk ketua kelompok, sekretaris dan juru bicara kelompok tersebut. Agar diskusi hidup guru juga memaparkan cara penilaian, bahwa anak yang aktif akan mendapat nilai lebih, sedang yang pasif tidak mendapat nilai. Bila hal ini berjalan dengan baik, sangat diyakini anak akan aktif berpendapat dan dapat dilihat solidaritas anak dalam mengerjakan tugas.
Kedua, tugas kelompok. Guru dapat menugaskan anak untuk membuat klipping, mengamati sesuatu atau bahkan membuat laporan tentang kunjungan studi wisata, dsb. Melalui pendekatan ini anak mau tidak mau harus bekerjasama dengan teman-temannya. Selama guru dapat mendistribusikan bagian tugas yang merata anak pasti mau kerjasama dengan teman lainnya.
Ketiga, bermain peran. Melalui model bermain peran/role playing siswa akan membagi peran yang harus dilakukan. Bila pembagian kelompok merata tidak hanya didominasi siswa yang telah akrab dan pandai bergaul, menantang anak untuk tumbuh nilai solidaritasnya. Untuk dapat sukses bermain peran, sudah dapat dipastikan anak akan sering berkumpul dan berlatih peran secara bersama-sama. Hal ini tampak jelas kekompakan anak dalam menyajikan permainan yang baik. Nilai yang dapat diambil antara lain pembagian tugas, saling menghargai dan betapa pentingnya membangun kerjasama dengan teman lain.
Melalui model-model di atas, kiranya guru telah dapat memotret sejauh mana tingkat solidaritas anak satu dengan lainnya. Nilai solidaritas anak tampak jelas bagaimana menyikapi teman lain bila menjumpai kesulitan. Ambil contoh bila ada anak yang jatuh atau melakukan kesalahan, biasanya akan ditertawakan teman lain yang mengetahui. Berbeda dengan siswa yang memiliki solidaritas tinggi, biasanya akan diam dan terus menolong teman yang kesulitan tersebut.
Menyadari peran guru begitu penting dalam pembinaan jiwa anak, maka sangat bijaksana bila menjumpai peristiwa yang demikian guru meluruskan dan memberi pengertian secara benar tentang peristiwa yang menimpa anak tersebut. Guru yang acuh tak acuh membiarkan siswa me-ngumpat atau menjelek-jelekkan teman jelas sangat jauh dengan jiwa pendidik yang sebenarnya.
Predikat guru sebagai pendidik memang berat. Meskipun demikian bila kita mampu membekali anak dengan nilai-nilai yang baik, yakinkanlah anak pasti akan mengenang sampai kapanpun
*Oleh :
Sarbun Hadi Sugiarto
Guru SMP 1 Ungaran
Jl. Progo 26, Sidomulyo,
Ungaran Timur

0 komentar:

Posting Komentar